METROKALBAR, Ketapang – Terkait adanya pemberitaan di berbagai media online tentang penggiringan opini, seakan terkesan menganulir hasil temuan Aparat Kepolisian dan Ditjen Minerba serta Kejaksaan Negeri Ketapang, dalam kasus penambangan emas tanpa izin yang di lakukan oleh petinggi managemen PT. Sultan Rafli Mandiri (SRM). Salah satu ahli waris pemilik lahan PT. SRM, Imran Kurniawan membantah semua pemberitaan.
Ia mengatakan, bahwa ada Warga Negara Asing (WNA) lain, yakni Yu Hou pelaku penambang tanpa izin di dalam lokasi tambang PT. SRM di Dusun Muatan Batu, Desa Nanga Kelampai, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, yang telah merugikan negara sebesar Rp1,02 triliun selain Liu Xiaudong.
“Itu pemberitaan yang beredar itu tidak benar, itu penggiringan opini yang di buat untuk membuat seolah-olah Yu Hao tidak bersalah, padahal memang mereka pelakunya, bahkan kami ada di lokasi saat aparat melakukan penangkapan, ada semua bukti foto dan videonya,” ungkap Imran kepada Wartawan saat di temui di Ketapang, Jumat (7/2/2025).
Imran juga menolak adanya WNA lain atas nama Liu Xiaudong dalam proses penambangan tanpa izin yang di lakukan Yu Hao, karena ahli waris kerap memantau aktifitas perusahaan, meski keberadaan mereka sebagai pemilik lahan selalu di sambut dengan cara yang buruk dari aparat yang bertugas di sana.
“Kami itu setiap hari selalu memantau aktifitas perusahaan, dengan cara membangun camp di atas tanah kami, makanya kami tau Yu Hao lah yang menjalankan aktifitas penambangan tanpa izin itu, dan kami ketahui bawah hingga saat ini PT. SRM belum memiliki Dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB),” terang Imran.
“Kami tak dapat masuk ke dalam areal pabrik karena selalu dihalangi aparat yang berjaga di sana atas perintah Yu Hao, padahal itu tanah kami, bahkan saya sendiri di laporkan mereka dengan tuduhan masuk tanpa izin di areal perusahaan, kan lucu,” bebernya.
Terkait kasus penganiayaan sesama WNA, Imran mengatakan tak mau berkomentar banyak, karena tidak mengetahui persis kejadian sebenarnya.
“Nah, untuk kasus penganiayaan sesama WNA atas nama Liu Xiaudong, kami ahli waris tak mau masuk ke ranah itu, karena kami tak tau kejadian itu, biarkan lah proses hukum berjalan sebagaimana mestinya, yang salah harus disalahkan hukum. Kami hanya meminta aparat berlaku adil, karena laporan kami terhadap PT. SRM banyak yang belum di tindak oleh aparat kepolisian,” imbuhnya.
Selain Imran, mantan anggota DPRD Ketapang, H. Muardi yang merupakan salah satu pemegang saham PT. SRM meminta agar aparat hukum bekerja secara profesional, terhadap pengungkapan kasus sengketa di PT. SRM tanpa harus berpihak kepada ahli waris maupun kepada management PT. SRM.
“Kita meminta, agar aparat hukum semuanya, seperti polisi, jaksa maupun hakim, bekerjalah secara profesional, secara jujur, kami ini di rampok dengan terang-terangan oleh mereka, tak perlu aparat berpihak ke kami, cukup netral sesuai prosedur saja, pasti perkara ini akan segera selesai,” mintanya.
Terkait pembebasan terdakwa Yu Hao (YH), H. Muardi menyesalkan putusan pengadilan itu, dan menganggap bahwa Yuhao adalah salah satu dari petinggi PT. SRM yang selama ini melakukan penambangan tanpa izin dan tidak memiliki dokumen RKAB, namum cukup sulit untuk di tangkap oleh aparat kepolisian, bahkan di jaga oleh pengawal dari brimob kelapa dua.
“Kan aneh, sejak lama dia sulit di tangkap, masa sudah terbukti merugikan negara, merampas hak ahli waris, merugikan masyarakat Ketapang, malah harus di bebaskan. Sedangkan alat bukti beserta saksi sudah cukup, aneh kan, terlalu nampak kejanggalan di sana, padahal setiap saat di dalam lokasi perusahaan, mereka di kawal pasukan brimob bersenjata lengkap dari kelapa dua,” paparnya.
Untuk itu, pihak ahli waris berharap, aparat hukum dan instansi terkait dapat segera menyelesaikan permasalahan ini, dan mengembalikan hak atas tanah kepada ahli waris yang selama ini tak mendapatkan keuntungan dari hasil pertambangan yang di lakukan PT. SRM di atas tanah mereka.